APA PERLU PERHATIKAN SOAL DISPARITAS EKONOMI

11-06-2010 / B.K.S.A.P.

            

APA perlu memperhatikan persoalan disparitas ekonomi yang dihadapi negara-negara anggotanya, APA tidak boleh hanya terpaku pada upaya mengejar pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi juga perlu berupaya keras mendorong pemerataan kesejahteraan atau kemakmuran di antara penduduknya. Sebab pemerataan kesejahteraan akan menjamin stabilitas ekonomi, politik dan keamanan  nasional negara-negara anggotanya dan kawasan dalam jangka panjang.

Demikian disampaikan Ketua DPR RI Marzuki Alie yang juga selaku Presiden APA saat membuka Sidang Sub Committee Asian Parliamentary Assembly (APA) di Hotel Sultan Jakarta, Jum’at (11/06).

Marzuki mengatakan, mengingat adanya krisis ekonomi baru yang mundul di Yunani yang berimplikasi terhadap Eropa dan dunia, sidang kali ini perlu menghasilkan rekomendasi-rekomendasi untuk mengantisipasi munculnya krisis ekonomi global baru.

Walaupun disadari, faktor pemicu krisis ekonomi yang muncul belakangan di Eropa, berbeda dengan yang semula muncul di Amerika Serika, namun perlu diingat faktor umum yang menjadi penyebab utama krisis ekonomi global karena rapuhnya fundamental ekonomi di tingkat nasional maupun global.

Negara-negara APA yang masuk G-20, kata Marzuki, perlu mendorong terwujudnya komitmen G-20 untuk menyalurkan program dukungan financial 1,1 triliun dollar AS untuk mengatasi krisis, khususnya memulihkan pertumbuhan ekonomi, kredit dan lapangan kerja yang dibuat pada KTT G-20 di London.

Selain itu, Negara anggota APA perlu mendesak kontribusi sistem keuangan Islam dalam pemulihan ekonomi dunia dari krisis serta  kerja sama antara bank-bank sentral di negara Asia untuk memperbaiki dan memperkuat sistem ekonomi kawasan.

Dalam hal ini, Anggota APA perlu mencermati upaya-upaya terkait dengan pembentukan sistem moneter dan keuangan dunia yang stabil, terutama penetapan alat tukar dengan nilai yang stabil, sesuai dengan The Chiang Mai Initiative.

Marzuki menambahkan, Anggota APA juga perlu memberi perhatian terhadap pernyataan IMF baru-baru ini yang mengingatkan resiko overheating yang mengarah pada resiko terciptanya bubble economy di Asia.

Menurutnya, Bank Dunia telah memprediksi aliran modal global ke kawasan Asia mencapai US$ 800 miliar pada tahun 2010. Cina, India dan Indonesia, menurut IMF menerima aliran modal paling besar. Karena itu, telah disarankan agar pasar Negara-negara berkembang yang juga mencakup Negara anggota APA perlu melakukan langkah-langkah darurat terkait dengan melambungnya likuiditas dan aliran modal ke Negara mereka, karena keduanya dapat mendorong inflasi dan memicu krisis lainnya.

“Laporan peringatan IMF ini bisa juga dicermati sebagai upaya mempengaruhi kondisi pasar global sekarang ini yang tidak menguntungkan Negara-negara maju, agar aliran dana tidak mengalir ke negara-negara berkembang,” katanya.

Lebih jauh Marzuki mengatakan, Krisis ekonomi baru yang muncul di Yunani mengajarkan bahwa pengelolaan utang yang buruk dan jumlah pinjaman yang tidak terkontrol, pemerintahan yang besar dan tidak efisien, dan korupsi dapat menjadi pemicu krisis, demikian juga bahwa integrasi ekonomi yang tidak tuntas menyisakan masalah yang dapat memicu krisis ekonomi regional dan global baru.

Begitu pula dengan penggunaan sistem mata uang tunggal di kawasan tidak langsung menyelesaikan masalah ekonomi yang kompleks, sebab ia akan diuji keefektifannya ketika krisis muncul terutama di negara anggota dengan kondisi ekonomi nasional yang lemah.

Penyampaian data-data ekonomi nasional yang tidak realistis dan terlalu percaya diri pada akhirnya dapat berakibat buruk pada munculnya krisis. Sehingga, menurut Marzuki, dibutuhkan kejujuran dalam mengelola perekonomian nasional, terutama dalam praktek bisnis sektor keuangan yang terlalu didorong oleh keuntungan meraih profit dalam jangka pendek. Upaya membatasi, menutup, atau manipulasi informasi pada akhirnya berakibat fatal pada kinerja ekonomi nasional.

Belajar dari pengalaman tersebut, katanya, sebaiknya bank-bank tidak boleh memberi informasi yang salah, keliru atau palsu kepada lembaga pemeringkat, untuk menilai surat berharga, dan terutama pada konsumen. Praktek kecurangan dan kriminal dalam bisnis pasar uang yang dilakukan dengan persekongkolan harus diakhiri, jika kita ingin ekonomi tidak mengalami kehancuran dalam waktu yang singkat.

Marzuki menambahkan, kawasan Asia perlu bersyukur tidak mengalami dampak krisis ekonomi global yang tidak separah Amerika Serikat dan Eropa, bahkan kian berkembang maju kondisi perekonomiannya.

Namun secara realistis kondisi ini masih rawan terhadap krisis baru. Peringatan dini ini juga telah diberikan terhadap perkembangan ekonomi Asia yang dikhawatirkan dapat jatuh kembali dalam krisis yang hebat.

Sementara, Eropa yang baru mau bangkit  kembali terpuruk oleh krisis ekonomi yang melanda Yunani akibat masalah utang yang akut dan tata kelola pemerintahan yang buruk dan korup.

“Dapat dikatakan tidak ada Negara dan kawasan yang terbebas sama sekali dari dampak krisis global karena sistem ekonomi dunia yang saling tergantung,” kata Marzuki. Hanya saja, katanya tingkat kedalam implikasinya yang berbeda antara Negara yang satu dengan Negara lainnya.

Berbagai solusi yang telah dilakukan selama ini diharapkan dapat menciptakan landasan ekonomi yang lebih baik di berbagai Negara dan berkontribusi pada penciptaan sistem ekonomi dunia yang sehat dan akuntabel. Sehingga, tambahnya, jika masalah baru muncul di suatu Negara, dampaknya tidak memicu krisis global yang lebih buruk dari krisis sebelumnya.

Marzuki berharap, sidang Sub Committee yang berlangsung di Jakarta ini dapat menghasilkan respon yang jauh lebih konkrit dan relevan sesuai dengan kebutuhan anggota APA dalam menghadapi krisis di negaranya masing-masing dan di kawasan. (tt,ra)

BERITA TERKAIT
BKSAP Tegaskan Komitmen Perkuat Sinergi Bilateral RI-Kuba
21-08-2025 / B.K.S.A.P.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Delegasi Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menggelar kunjungan resmi ke Havana, Kuba, sebagai bagian...
GKSB Indonesia – Austria Tingkatkan Hubungan Kerja Sama Ekonomi hingga Militer
15-08-2025 / B.K.S.A.P.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Grup Kerja Sama Bilateral (GKSB) BKSAP DPR RI – Parlemen Austria, Amelia Anggraini menegaskan DPR RI...
Terima Kunjungan Dubes, BKSAP Bahas Peningkatan Kerja Sama Indonesia-Selandia Baru
11-08-2025 / B.K.S.A.P.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Mardani Ali Sera menegaskan ingin lebih meningkatkan hubungan bilateral...
Monumen Sir Michael Somare Perkuat Hubungan Indonesia-Papua Nugini
11-08-2025 / B.K.S.A.P.
PARLEMENTARIA, Jakarta - Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI Mardani Ali Sera menghadiri upacara peresmian Monumen Nasional untuk...